Keluarga Rabbani |
Membentuk dan membina keluarga islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim.
Keluarga islami adalah salah satu pondasi yang harus diwujudkan karena keluarga
adalah salah satu unsur pembentuk masyarakat luas. Jika semakin banyak keluarga
menerapkan konsep islami, maka diharapkan semakin mudah membentuk masyarakat
islami.
Salah satu metode membina keluarga islami adalah dengan
menerapkan konsep MESRA dalam keluarga. MESRA merupakan kependekan dari
Mendidik, Empati, Senyum, Rapi-Rajin dan Aktif. Lima langkah yang ingin
ditawarkan dalam membina keluarga
Islami.
Mendidik
Suami memiliki kewajiban untuk
mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Walaupun ada
kasus di mana secara akademis, istri memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi,
amanah sebagai qawwam di rumah tangga menyiratkan kebutuhan kematangan ilmu dan
emosional pada diri suami. Isyarat peran suami sebagai pendidik disampaikan
misalnya pada ayat: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka..." (QS at-Tahrim: 6). Puncak tujuan pendidikan adalah terjaminnya
keselamatan keluarga di hari akhirat kelak.
Istri dapat memposisikan diri
sebagai mitra dan sebagai pembelajar dalam interaksinya dengan suami. Figur
Ummul Mu'miniin, terutama pada Khadijah, Aisyah, dan Ummu Salamah radiyallahu
anhunn ajma'iin memberikan contoh-contoh peran sebagai mitra suami dalam
menempuh cita-cita mulia kehidupan. Mereka mendukung perjuangan suami,
berdialog, memberikan saran-saran dan memiliki sikap ingin tahu (curiousity)
dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Peran saling mendidik dan khususnya
isyarat active self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para
istri tertuang pada ayat: "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari
ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi
Maha Melihat". (QS al-Ahzab: 34)
Empati
Istilah empati
sepadan dengan terlibatnya hati dan pikiran dengan masalah yang dihadapi orang
lain di luar kita. Berbagai riset menunjukkan bahwa empati menjadi sumber
berbagai sikap dan tingkah laku mulia. Sebaliknya lemahnya empati menyebabkan
berbagai efek buruk pada sikap dan tingkah laku. Empati adalah awal sikap untuk
membantu. Keberadaaan empati diasosiasikan dengan perbuatan pro-sosial,
sebaliknya ketiadaan empati menampak pada perbuatan anti-sosial. Cara paling
efektif menumbuhkan empati adalah dengan berinteraksi, mendengar, dan menghayati
orang lain.
Suasana rumah tangga menjadi harmonis tatkala suami-istri
saling berempati dengan pasangannya. Empati ini akan mengurangi sikap-sikap
menyakiti pasangan. Kita tidak berbicara menyakiti dalam bentuk membentak atau
bersikap keras terhadap pasangan; Ini terlalu jauh. Bahkan empati ini secara
sangat lembut merupakan sensitifitas kita bersikap dan bertindak.
Tingkat
empati suami-istri memang diuji pada sejauhmana memahami kondisi gelisah,
kecewa, sedih pada saat beban pikiran dan jiwa melanda pasangan. Pada kondisi
ini dukungan kita terhadap pasangan kita akan begitu besar manfaatnya.
Sebaliknya sikap jujur dalam kehidupan dan suasana bahagia karena prestasi
pasangan akan menjadi kesegaran yang indah dalam rumah tangga, ketika kita mampu
menyampaikan apresiasi dengan tepat.
Lebih dari itu empati yang prima
akan terwujud dalam suasana saling membantu di antara suami dan istri yang
berlangsung secara alami. Artinya tanpa harus yang satu sampai memaksa
pasangannya untuk menolong dirinya.
Senyum
Wajah Nabi
Muhammad SAW senantiasa dihiasi dengan senyuman. Begitulah keseharian beliau di
rumah, sebagaimana dikisahkan Aisyah ra. Bahkan Nabi menyampaikan "tabassamu
wajhi li akhika shadaqah", tersenyumnya kita terhadap saudara muslim adalah
sebuah shadaqah. Maka akan lebih besar pahala yang kita terima jika menghiasi
wajah ini dengan senyuman untuk pasangan kita. Senyuman suami terhadap istri
atau sebaliknya sangat dengan dengan pemenuhan peran suami-istri sebagai
kekasih. Senyuman itu akan membuahkan cinta.
Sungguh senyum adalah
pancaran hati yang damai dan hati yang diliputi cinta dan kasih sayang. Bacalah
kondisi hati kita. Tatkala ia ringkih dan kasat (keras), maka sangat sulit
senyum ini terpancar. Karenanya menjaga suasana senyum di rumah tangga pada
hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan dzikr
kepada ar Rahmaan. Dialah yang menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah kepada
kita dalam membina rumah tangga (QS ar-Ruum:
21).
Rapi-Rajin
Seorang suami akan merasa senang
hatinya jika mendapati rumahnya dalam keadaan rapi. Anak-anak sudah mandi dan
rapi dengan pakaian tidurnya di sore hari. Begitu juga menemui sang istri dalam
keadaan rapi menarik. Sebaliknya, seorang istri akan sangat senang hatinya
mendapatkan suaminya tekun dan rajin dalam bekerja. Teliti memperhatikan
kebutuhan rumah tangga di sela-sela perjuangannya di masyarakat. Tentu saja
seorang istri akan senang melihat suaminya berpakaian rapi, apalagi jika
suaminya tetap berusaha menjaga stamina tubuh agar senantiasa
fit.
Hal-hal di atas selaras dengan tuntunan Islam dalam interaksi
suami-istri. "Allah itu indah dan suka keindahan", demikian isyarat Nabi. Begitu
juga Nabi memerintahkan para sahabatnya agar merapikan rambutnya, bahkan beliau
memberitahukan sebuah rahasia sosial, yaitu banyak menyelewengnya wanita Bani
Israil, karena ketidakrapian suami mereka. Adapun diantara sifat istri shalihah
yang diisyaratkan Nabi adalah yang membuat hati tertarik manakala
melihatnya.
Aktif
Dalam kerangka dakwah, pembangunan al
usrah al islaamiyyah atau keluarga Islami menempati jejang penting dalam
membangun peradaban Islami. Keluarga ini sendiri dibangun oleh seorang suami dan
istri yang sama-sama berkomitmen membentuk pribadi Islami pada
dirinya.
Ketika diikrarkan akad nikah, maka diikrarkan pula untuk
membangun keluarga di mana suami-istri berada dalam aktifitas kebaikan buat
masyarakatnya. Dalam aktifitas kebaikan inilah sebuah keluarga akan menemukan
tantangan perjuangan dan nilai mulia di tengah masyarakat.
Rasa saling
mencintai dan menyayangi diantara suami-istri, bukanlah hanya sebatas "kisah
picisan", yang hampa dari nilai mulia. Kadang mencengangkan, ketika bahtera
rumah tangga bukannya mengarungi samudra perjuangan yang luas, tapi hanya
terdampar di sungai-sungai kecil; Sibuk dengan urusan mencari harta, bertengkar
dan saling menyalahkan pasangan untuk masalah-masalah sepele.
Tidak!
Keluarga Islami adalah yang cinta dan sayang diantara mereka terus dipupuk untuk
saling mendukung dalam perjuangan besar. Setiap hari keluarga Islami menjadi
semakin cerdas, karena terus ditempa berbagai pelajaran kehidupan yang banyak
dan bermutu.
Gambaran kerja sama aktif kaum lelaki dan kaum perempuan
untuk kerja-kerja perbaikan kondisi sosial-masyarakat dalam ayat: "Dan
orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah)
menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS at-Taubah: 71)
Oleh Adi J. Mustafa, Peminat Masalah Pengembangan Diri
Catatan: Butir-butir bahasan ini adalah sebagian bahan yang pernah disampaikan pada acara Keluarga Ceria, Forum Silaturahim Muslimah (FAHIMA), Tokyo, 11 September 2004 dan pada Seminar Keluarga, Keluarga Masyarakat Islam-Nagoya, 24 April 2005. |
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar anti, yaa ukhti :)